Minggu, 12 Maret 2017

HAK CIPTA

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.                RUANG LINGKUP HAK CIPTA
Pertama kali hak cipta diatur dalam Auteurswet 1912, selanjutnya mengalami perubahan dengan dikeluarkannya UU No.6 Tahun 1982, UU No.7 Tahun 1987, UU No. 12 Tahun 1997, dan terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002. Penyempurnaan undang-undang ini dilakukan tidak lepas dari keberadaan Indonesia sebagai anggota WTO.
Hak cipta meliputi bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup semua karya tulis (literary works), seperti buku, program komputer, database, laporan teknis, manuskrip, karya arsitektur, peta, hasil terjemahan, atau hasil pengalihwujudan, karya yang diucapkan atau dinyanyikan, karya drama termasuk yang tidak diucapkan, seni film, dan karya musikal termasuk seni dalam segala bentuknya. Beberapa hal baru dari ketentuan Undang-Undang Hak Cipta ini adalah mengenai database yang merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi, alat apapun, baik memakai kabel maupun tidak memakai kabel, produk-produk cakram optik (optical disc), hak informasi manajemen elektronik, dan sarana kontrol teknologi, produksi berteknologi tinggi, termasuk program komputer dan ancaman pidana serta denda yang semakin berat terhadap siapa saja yang melakukan pelanggaran hak cipta.
Dengan demikian, objek dari pengaturan tentang hak cipta adalah ciptaan di bidang pengetahuan, kesenian dan kesusastraan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.      Buku
2.      Program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.
3.      Ceramah, kuliah, pidat, dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
4.      Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
5.      Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan dan rekaman suara.
6.      Tari (koreografi, drama, perwajangan dan pantomim)
7.      Karya pertunjukan.
8.      Karya siaran.
9.      Seni rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan, yang berupa seni kerajinan tangan.
10.  Arsitektur.
11.  Peta.
12.  Seni batik.
13.  Fotografi.
14.  Sinematografi.
15.  Terjemahan, tafsiran, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Sedangkanlamanya masa berlaku hak cipta adalah sebagai berikut :
1.      Masa berlaku seumur hidup pencipta dan terus berlangsung selama 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia atau 50 tahun sejak diumumkan jika pemegang hak cipta tersebut adalah badan hukum, yaitu untuk hak cipta atas ciptaan sebagai berikut:
a)      Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulisnya.
b)      Ceramah, kuliah pidato, dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
c)      Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
d)     Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan dan rekaman suara.
e)      Tari (koreografi, drama, perwayangan dan pantomim)
f)       Karya pertunjukan
g)      Karya siaran
h)      Seni rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan.
i)        Arsitektur.
j)        Peta.
k)      Seni batik.
l)        Fotografi.
m)    Sinematografi.
n)      Terjemahan, tafsiran, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari asil pengalihwujudan.
2.      Masa berlaku untuk 50 tahun sejak pertama sekali diumumkan. Yaitu atas hasil-hasil ciptaan sebagai berikut:
a)      Program komputer.
b)      Sinematografi.
c)      Rekaman suara.
d)     Karya pertunjukan.
e)      Karya siaran.
f)       Ciptaan yang penciptanya tidak diketahui, yang dipegang oleh negara.
g)      Ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan pengumuman.
3.      Masa berlaku untuk 25 tahun, yaitu untuk hak cipta atas ciptaan sebagai berikut :
a)      Fotografi.
b)      Saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
c)      Karya seni susunan perwajahan karya tullis yang diterbitkan.
1)      Beberapa Pengertian
Menurut pengertian Pasal 1 UU No.19 Tahun 2002, yang dimaksud dengan hak cipta (copyrights dalam Bahasa Inggris, auteursrecht dalam Bahasa Belanda) adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memerikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta atau penerima untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dalam bidang tertentu. Hak cipta berbeda dengan hak kekayaan intelektual lainnya, seperti hak paten, karena tidak memberikan hak monopoli atas invensi. Hukum yang mengatur hak cipta pun tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili didalam ciptaan tersebut, tetapi hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan ke setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Keaslian disini maksudnya adalah bagaimana pencipta itu mampu untuk menunjukkan kekuatan original expression of ideas yang hanya dimilikinya dan dilaksanakan dalam bentuk yang riil dan nyata, dalam arti kata, perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasam karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau dudengar.
Menurut Patricia Loughlan, Pengertian hak cipta adalah bentuk kepemilikian yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi inteletual, sebagaimana kreasi yang ditetapkan dalam ketegori hak cipta yaitu kesusastraan, drama, music dan pekerjaan seni, serta rekaman suara, film, radio dan siaran televise, serta karya tulis yang diperbanyak melalui penerbitan.
2)      Pemegang Hak Cipta
Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebbih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
3)      Karya Kolektif
a)      Karya kompilasi (campuran) adalah karya dengan multi-pengarang, yaitu karya orisinal digabung dengan materi yang sebelumnya sudah ada.
b)      Bila bagian komponen sama dengan karya orisinal dari pengarang dan mempunyai identitas yang independen.
c)      Hak masing-masing pengarang mempunyai hak untuk memakai hak cipta untuk kepentingan dan tidak menyampingkan yang lain dalam pemakaian hak cipta.
2.2.                FUNGSI DAN SIFAT HAK CIPTA
Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untu mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan. Disinilah perbedaan antara hak cipta dengan hak paten dan merek. Hak paten dan hak merek baru timbul hak setelah pengumuman dari Dirjen HaKI, sedangkan hak cipta diperoleh secara otomatis. Dengan demikian, siapa yang mengumumkan pertama kali merupakan sifat dari hak cipta yang menganggap bahwa pengumuman dari pencipta sekaligus secara otomatis sebagai pemilik dari ciptaanya. Hak cipta juga dianggap sebagai “benda bergerak”, oleh karena itu hak cipta dapat beralih atau dalihkan baik seluruhnya maupun sebagian, karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Hak-hak tersebut terus berlangsung hingga 50 tahun setelah penciptanya meninggal dunia (Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2002.
1)      Ciptaan dalam Hubungan Dinas
Hasil ciptaan yang dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaan pemegang hak ciptanya adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan tersebut dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain oleh kedua belah pihak, dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
2)      Badan Hukum sebagai Pemilih Hak Cipta
Demikian juga menurut ketentuan Pasal 8 UU No. 19 Tahun 2002, jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal daripadanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya. Hak-hak tersebut berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan (Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2002)
3)      Hak Cipta Atas Potret
Bagi pemegang hak cipta atas potret dimungkinkan untuk memperbanyak jika mendapatkan izin orang yan dipotret atau ahli warisnya dalam jangka waktu 10 tahun setelah yang dipotret meninggal dunia, termasuk bila potret yang memuat dua orang atau lebih harus minta izin dari yang lainnya. Untuk potret tanpa izin pemegang hak cipta tidak boleh mengumumkannya, bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret.
4)      Hak Cipta Sebuah Buku
Setiap karya sangatlah patut diberikan apresiasi dengan memberikan hak penciptaan terhadap karya tersebut kepada penciptanya. Hak cipta merupakan hak yang berguna bagi pemegang hak cipta untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan apa yang diciptakan dan berlandskan hukum yang kuat.
Beberapa hak cipta yang diberikan kepada penulis buku selaku pemegang hak cipta antara lain :
-          Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut
-          Mengimpor dan mengekspor ciptaan
-          Meciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan
-          Menampilkan atau memamerkan ciptaan didepan umum
-          Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut pada orang lain
Hak eksklusif pemegang hak cipta meliputi kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, mempertunjukkan kepada public, menyiarkan, merekam dan mengkomunikasikan ciptaan kepada public melalui sarana apapun.
2.3.                HAK EKONOMIS DAN HAK MORAL
Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau duhapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
1)      Hak Ekonomis
Hak ekonomis merupakan hak eksklusif dari pengarang untuk memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi. Hak ekonomis meliputi ha memperbanyak, hak distribusi, hak pertunjukan, dan hak peragaan.
2)      Hak Moral
Menurut Pasal 24 UU No. 19 Tahun 2002, penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada orang atau badan lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat seseorang yang tanpa persetujuannya (lihat Pasal 55-56 UU No. 19 Tahun 2002):
a)      Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan tersebut.
b)      Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya.
c)      Mengganti atau mengubah judul ciptaan.
d)     Mengubah isi ciptaan yang bersangkutan.

2.4.                HAK TERKAIT
Menurut ketentuan Pasal 9-50 UU No. 19 Tahun 2002:
a)      Pelaku memiliki hak untuk memberi izin atau melarang orang lain tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya, untuk jagka waktu 50 tahun.
b)      Produser rekaman suara memiliki hak khusus untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak rekaman suara, untuk jangka waktu 50 tahun.
c)      Lembaga penyiaran juga memiliki hak khusus, untuk jangka waktu 20 tahun.

2.5.                CIPTAAN DERIVATIF
Ciptaan derivatif adalah karya turunan yang didasarkan atas salah satu atau beberapa karya terdahulu yang menggambarkan pengarang orisinal, seperti terjemahan, aransemen musik, dramatisasi, fiksionaliasasi, film, recording, dan lain-lain. Dalam ciptaan derivatif pemegang hak cipta mempunyai hak untuk mengecualikan orang lain atas karya kreatif dari daya ciptanya sendiri.

2.6.                PENDAFTARAN HAK CIPTA
Menurut Pasal 35 UU No. 19 Tahun 2002 menyatakan, ketentuan tentang pendaftaran hak cipta tidak merupakan kewajiban untuk mendaftarkan hak cipta. Hak cipta diperoleh secara otomatis, bagi yang tidak didaftarkan tetap memperoleh perlindungan hukum, meskipun demikian pendaftaran diperlukan sebagai bukti awal dari pemilik hak cipta (peraturan Menteri Hukum dan HAM). Pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta, lampau waktu, atau dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

2.7.                LISENSI
Menurut ketentuan Pasal 45-48 UU No. 19 Tahun 2002:
a)      Pemegang hak cipta berhak memebrikan lisensi dengan perjanjian lisensi untuk melaksanakan ciptaanya, kecuali diperjanjikan lain, maka pelaksana wajib untu =k membayar royalti kepada pemegang hak cipta.
b)      Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung aupun tidak langsung merugikan perekonomian negara.
c)      Perjanjian lisensi wajib dicatat di Dirhen HaKI, agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap piha ketiga.



2.8.                PELANGGARAN HAK CIPTA
Menurut pasal 15 UU No. 19 Tahun 2002, tidak dianggap pelanggaran hak cipta apabila suatu karya menulis sumbernya:
a)      Untuk keperluan pendidikan, penelitian, dan lain-lain yang tidak merugikan pencipta.
b)      Pengambilan untuk kepentingan dipengadilan.
c)      Pengambilan, baik sebagian maupun seluruhnya, untuk kepentingan ceramah ilmiah dan pendidikan asal tidak merugikan penciptanya.
d)     Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Biasanya, peniruan karya tulis dapat berbentuk peniruan kata demi kata, peniruan tanpa pengambilan kata-kata (persamaan substansi kedua karya tulis, akses, penggugat harus menunjukkan karya tergugat sama dengan karyanya).
Disini tergugat dapat melakukan pembelaan:
a)      Kekurangan daya hak cipta dari kekayaan penggugat
b)      Kekurangan orisinalitas dari ekspresi
c)      Kekurangan kesamaan substansial
d)     Fair use (pemakaian yang layak)
Perlu diketahui bahwa tidak semua percontohan hak cipta orang lain oleh hukum dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Terhadap beberapa tindakan di bawah ini tidak dianggap pelanggaran hak cipta, asalkan disebut sumbernya menurut kebiasaan yang berlaku, yaitu terhadap tindakan-tindakan sebagai berikut :
a)      Ciptaan orang lain digunakan untuk keperluan pendidikan, penulisan kritik, dan tinjauan suatu masalah dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta.
b)      Ciptaan orang lain digunakan untuk keperluan pembelaan di dalam dan di luar pengadilan.
c)      Ciptaan orang lain digunakan untuk ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d)     Ciptaan orang lan digunakan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran asalkan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
e)      Ciptaan orang lain dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra diperbanyak dengan huruf Braile guna keperluan pada tunanetra, kecual terhadap perbanyakan yang bersifat komersil.
f)       Ciptaan orang lain selain program komputer yang diperbanyak secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang nonkomersial, semata-mata untuk keperluan aktivitasnya.
g)      Perubahan yang dilakukan atas arsitektur seperti ciptaan bangunan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis.
h)      Perbuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
1)      Masalah Pembuktian
Dalam kasus pelanggaran hak cipta,bukti langsung dari plagiarisme adalah jarang sekali ditemukan, biasanya pembuktian pelanggaran hak cipta dilakukan melalui pembuktian akses maupun kesamaan substansial, yaitu suatu metode pembuktian dari pemeriksaan kata demi kata, karena biasanya pelanggaran terjadi dalam dua tahap proses: membuktikan terjadinya peniruan dan apakah hal tersebut di dalam hal-hal yang tidak diizinkan.
2)      Doktrin Pemakaian yang Layak
Di Amerika Serikat ada istilah untuk pemakaian yang layak yang tidak dikategorikan pelanggaran hak cipta, the doctrine of fair use, dalam UU Hak Cipta Tahun 1976 digunakan beberapa variabel agar tidak dikualifikasi sebagai peniruan:
a)      Maksud dan sifat pemakaian, termasuk sifat, dan maksud komersialnya
b)      Sifat dari karya hak cipta
c)      Porsi yang ditiru
d)     Pengaruh ekonomis dari yang ditiru
e)      Maksud dan alasan-alasan dari terdakwa
3)      Sifat Pekerjaan
a)      Tergantung dari kaitannya dengan faktor efek ekonomis dari pemakaian hak cipta tersebut
b)      Potensi pengaruh ekonomi bersama faktor-faktor lainnya menentukan doctrine of fair use
c)      Jumlah proporsional dan substansi pemakaian, sifat peniruan kualitatif, atau kuantitatif

2.9.                PENGAWASAN TERHADAP PERLINDUNGAN HAK CIPTA
1.      Sarana Kontrol Teknologi
Setiap orang dilarang merusak, memusnahkan, menghilangkan, atau membuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi yang digunakan sebagai pelindung ciptaan atau produk hak terkait, kecuali untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau diperjanjikan lain. Ciptaan atau produk hak terkait yang menggunakan sarana produksi atau penyimpanan data berbasis teknologi informasi wajib memenuhi aturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
2.      Konten Hak Cipta dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi
Untuk mencegah pelanggaran hak cipta melalui sarana berbasis teknologi informasi, pemerintah berwenang melakukan:
-          Pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta.
-          Kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri, dalam pencegahan pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta, dan
-          Pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media apapun terhadap ciptaan ditempat pertunjukan.
Setiap orang yang mengetahui pelanggaran hak cipta melalui sistem elektronik untuk penggunaan secara komersial dapat melaporkan kepada mentri, kemudian mentri akan memverifikasi laporan tersebut. Jika ditemukan bukti yang cukup berdasarkan hasil verifikasi laporan tersebut, atas peminta pelapor, menteri merekomendasikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang telekomunikasi dan informatika untuk menutup sebagaian atau seluruh konten yang melanggar hak cipta dalam sistem elektronik atau menjadikan layanan dalam sistem elektornik tersebut tidak dapat diakses. Penutupan dilakukan secara keseluruhan paling lama 14 (empat belas) hari setelah penutupan, menteri wajib meminta penetapan pengadilan.




2.10.            KETENTUAN PIDANA
Menurut Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002, ada perubahan yang cukup berarti bagi para pihak yang dengan sengaja melanggar pasal-pasal dari UU No. 19 Tahun 2002  ini, di samping ancaman pidana yang semakin lama juga ancaman dendanya semakin besar pula.
Sanksi Pidana dan Denda Pelanggaran Hak Cipta
No
Pelanggaran
Pidana
Denda
1
Pasal 2 (1), 49 (1) dan (2)
1 bln < 7 thn
Rp 1jt – 5 M
2
Pasal 2 (1) – mengedarkan
< 5 th
Rp 500 jt
3
Program komputer
< 5 th
Rp 500 jt
4
Pasal 17
< th
Rp 1 M
5
Pasal 19, 20, 49 (3)
< 2 th
Rp 150 jt
6
Pasal 24, 55
< 2 th
Rp 150 jt
7
Pasal 25
< 2 th
Rp 150 jt
8
Pasal 27
< 2 th
Rp 150 jt
9
Pasal 28
< 5 th
Rp 500 jt













Kasus Pelanggaran Hak Cipta Inul Vizta

PT. Vizta Pratama, perusahaan pemegang franchise rumah bernyanyi (karaoke) Inul Vizta, menjadi tersangka atas kasus pelanggaran hak cipta. Nagaswara selaku penggugat menganggap Inul Vizta melanggar hak cipta dengan mengedarkan dan menyalin lagu tanpa membayar royalti untuk produser dan pencipta lagu. Direktur Utama Nagaswara, Rahayu Kertawiguna, yang turut hadir, menjelaskan bahwa sudah terdapat pemanggilan kepada pihak terkait, namun Kim Sung Ku selaku direktur utama Inul Vizta saat ini masih berada di Korea.

Sebelumnya, Nagaswara yang turut merasa dirugikan oleh Inul Vizta melapor ke Mabes Polri pada Jumat, 8 Agustus 2014. Pihak Nagaswara telah melakukan gugatan kepada PT Vizta Pratama, dalam hal ini Inul Vizta dianggap telah menggunakan video klip bajakan dalam lagu-lagu milik Nagaswara di rumah karaokenya. PT Nagaswara memperkarakan Inul Vizta karena menampilkan video klip Bara Bere yang dinyanyikan Siti Badriah dan lagu Satu Jam Saja yang dipopulerkan oleh Zaskia Gotik, tanpa izin terlebih dahulu kepada Nagaswara.

Pemegang saham terbesar Inul Vizta, Inul Daratista, belum berkomentar atas kasus dugaan pelanggaran hak cipta yang dilayangkan Nagaswara tersebut. Ini bukan kali pertama karaoke Inul Vizta tersandung masalah. Pada 2009, Andar Situmorang mengajukan gugatan kepada Inul Daratista sebagai pemegang saham terbesar PT Vizta Pratama yang menaungi outlet karaoke Inul Vizta. Andar mengajukan gugatan materi Rp5,5 triliun karena 171 lagu ciptaan komponis nasional, (alm) Guru Nahum Situmorang berada di 20 outlet Inul Vizta tanpa izin. Gugatan yang diproses di Pengadilan Negeri Tata Niaga Jakarta Pusat akhirnya dimenangkan Inul.

Pada 2012, Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) mengadukan Inul Vizta ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait lisensi penggunaan lagu. Namun, oleh pihak pengadilan, gugatan tersebut ditolak karena salah konsep. Pada akhirnya, KCI dan Inul sepakat berdamai.

Pada Januari 2014, band Radja melaporkan Inul Vizta ke Mabes Polri karena dianggap menggunakan lagu "Parah" tanpa izin. Inul terancam hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp5 miliar karena diduga melanggar UU No. 19 th 2002 tentang Hak Cipta.

Analisa Hukum
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini merupakan bunyi Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002. Pencipta memiliki hak eksklusif yang dilindungi oleh undang-undang dan perlindungan itu dimaksudkan agar pencipta tidak kehilangan haknya secara ekonomis atas karya-karya yang timbul dan lahir dari kemampuan intelektualitasnya.

Perkembangan musik yang sangat pesat dapat melahirkan persaingan dalam industri musik. Pembajakan merupakan momok yang menakutkan bagi para penggiat musik, khususnya pencipta dan produser musik itu sendiri. Minimnya pemahaman akan Hak Cipta dikalangan masyarakat indonesia, hal ini menyebabkan semakin banyak orang mencari lagu dengan kata kunci free download musik indonesia dari ilegal website. Tingginya kata pencarian ini menjadi sebuah inspirasi bagi para pencari uang di internet dengan membuat situs-situs lagu yang mengandung pelanggaran hak cipta. Sehingga banyak bermunculan website-website yang menyediakan sejumlah link download lagu ilegal.

Dalam kasus Inul Vizta dan Nagaswara ini, penggunaan video klip tanpa seizin produsen dan menyiarkannya untuk kepentingan komersial oleh karaoke Inul Vista dapat dikatagorikan sebagai bentuk kegiatan mengumumkan dan mempublikasikan suatu ciptaan dan dilakukan untuk keperluan komersial, yang sudah pasti akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik karaoke, namun di sisi lain akan merugikan pemilik dan pencipta lagu terlebih lagi lagu tersebut belum dirilis secara resmi.

Kegiatan tersebut dapat saja dinamakan Pengumuman. Dalam Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Hak Cipta, diterangkan bahwa;"Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.". Tindakan pengumuman yang dilakukan di Inul Vizta, merupakan tindakan yang masuk didalam lingkup Hak Cipta itu sendiri.
Berdasarkan undang-undang Hak Cipta semua pihak yang menggunakan karya cipta berupa lagu milik orang lain maka orang tersebut berkewajiban untuk terlebih dahulu meminta ijin dari si pemegang hak cipta lagu tersebut dan harus membayar royalti apabila digunakan untuk keperluan komersial. Segala Bentuk pengumuman suatu karya cipta untuk kepentingan komersial harus dengan izin pencipta dan membayar royalti. Royalti adalah pembayaran yang diberikan pada pemilik hak cipta atas karya cipta miliknya yang telah dipergunakan.

Bahwa dalam Pasal 113 ayat 3 Undang-undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 yang berbunyi: "Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

Terkait dengan telah dilindunginya hak-hak pencipta dalam Undang-undang, maka seharusnya tidak ada lagi pelanggaran dalam industri musik Indonesia dapat dan diharapkan para penegak hukum dapat bertindak tegas dalam menangani kasus-kasus pelanggaran hak cipta.


















KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hak cipta merupakan hak khusus bagi pencipta atau penerima untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dalam bidang tertentu. Hak cipta berbeda dengan hak kekayaan intelektual lainnya, seperti hak paten, karena tidak memberikan hak monopoli atas invensi. Hak cipta pertama kali diatur dalam Auteurswet 1912, selanjutnya mengalami perubahan dengan dikeluarkannya UU No.6 Tahun 1982, UU No.7 Tahun 1987, UU No. 12 Tahun 1997, dan terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002. Hak cipta meliputi bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup semua karya tulis (literary works), seperti buku, program komputer, database, laporan teknis, manuskrip, karya arsitektur, peta, hasil terjemahan, atau hasil pengalihwujudan, karya yang diucapkan atau dinyanyikan, karya drama termasuk yang tidak diucapkan, seni film, dan karya musikal termasuk seni dalam segala bentuknya. Pemegang hak cipta tersebut adalah pencipta atau pihak lain yang menerima hak dari pencipta.
Terdapat 3 bagian pada fungsi dan sifat hak cipta yakni ciptaan dalam hubungan dinas, badan hukum sebagai pemilik hak cipta, dan hak cipta atas potret yang mana membahas mengenai ketentuan pemegang hak cipta dari ketiga hal tersebut diatas. Hak cipta juga terdiri dari hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi merupakan hak eksklusif dari pengarang untuk memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi, sedangkan hak moral diatur dalam pasal 24 UU No. 19 Tahun 2002 tentang penyerahan hak cipta. Terdapat juga hak terkait yang diatur dalam Pasal 9-50 UU No. 19 Tahun 2002. Pendaftaran hak cipta diatur dalam pasal 35 UU No. 19 Tahun 2002 yang menyatakan, ketentuan tentang pendaftaran hak cipta tidak merupakan kewajiban untuk mendaftarkan hak cipta. Hak cipta tersebut diperoleh secara otomatis, bagi yang tidak didaftarkan tetap memperoleh perlindungan hukum, meskipun demikian pendaftaran diperlukan sebagai bukti awal dari pemilik hak cipta (peraturan Menteri Hukum dan HAM). Dan lisensi diatur dalam Pasal 45-48 UU No. 19 Tahun 2002.

Pelanggaran hak cipta diatur dalam pasal 15 UU No. 19 Tahun 2002, mengenai yang tidak dianggap pelanggaran hak cipta apabila suatu karya menulis sumbernya dan juga dibahas mengenai masalah pembuktian, doktrin yang layak, dan sifat pekerjaan. Sedangkan dalam pengawasan terhadap perlindungan hak cipta terdapat sarana kontrol teknologi dan konten hak cipta dalam dalam teknologi informasi dan komunikasi. Dan ketentuan pidana mengenai hak cipta diatur dalam pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002, apabila ada pihak yang dengan sengaja melanggar pasal-pasal dari UU No. 19 Tahun 2002.

DAFTAR PUSTAKA
Saliman, Dr. Abdul R. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan:Teori dan Contoh Kasus. Jakarta:Kencana
Fuandy, Dr. Munir. 2008. Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung:Citra Aditya Bakti
Suwarno, Wiji. 2011. Perpustakaan dan Buku : Wacana dan Penerbitan. Jogyakarta : Ar-Ruzz Media
Afrillyana Purba, Gazalba Saleh dan Andriana Krisnawati, 2005. TRIPs-WTO dan Hukum HKI Indonesia. Penerbitan PT Rineka Cipta : Jakarta
Aqimuddin, Eka An. 2010. Tip Hukum Praktis: Solusi Bila Terjerat Kasus Bisnis. Jakarta: Raih Asa Sukses
Tim Visi Yustisia. 2015. Panduan Resmi Hak Cipta: Dari Mendaftar, Melindungi, hingga Menyelesaikan Sengketa. Jakarta: Visimedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar