BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
RUANG
LINGKUP HAK CIPTA
Pertama kali hak cipta
diatur dalam Auteurswet 1912,
selanjutnya mengalami perubahan dengan dikeluarkannya UU No.6 Tahun 1982, UU
No.7 Tahun 1987, UU No. 12 Tahun 1997, dan terakhir dengan UU No. 19 Tahun
2002. Penyempurnaan undang-undang ini dilakukan tidak lepas dari keberadaan
Indonesia sebagai anggota WTO.
Hak cipta meliputi
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup semua karya tulis (literary works), seperti buku, program
komputer, database, laporan teknis,
manuskrip, karya arsitektur, peta, hasil terjemahan, atau hasil
pengalihwujudan, karya yang diucapkan atau dinyanyikan, karya drama termasuk
yang tidak diucapkan, seni film, dan karya musikal termasuk seni dalam segala
bentuknya. Beberapa hal baru dari ketentuan Undang-Undang Hak Cipta ini adalah
mengenai database yang merupakan
salah satu ciptaan yang dilindungi, alat apapun, baik memakai kabel maupun
tidak memakai kabel, produk-produk cakram optik (optical disc), hak informasi manajemen elektronik, dan sarana
kontrol teknologi, produksi berteknologi tinggi, termasuk program komputer dan
ancaman pidana serta denda yang semakin berat terhadap siapa saja yang
melakukan pelanggaran hak cipta.
Dengan demikian, objek
dari pengaturan tentang hak cipta adalah ciptaan di bidang pengetahuan,
kesenian dan kesusastraan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.
Buku
2.
Program komputer,
pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lainnya.
3.
Ceramah, kuliah, pidat,
dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
4.
Alat peraga yang dibuat
untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
5.
Ciptaan lagu atau musik
dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan dan rekaman suara.
6.
Tari (koreografi,
drama, perwajangan dan pantomim)
7.
Karya pertunjukan.
8.
Karya siaran.
9.
Seni rupa dalam segala
bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni
patung, kolase, seni terapan, yang berupa seni kerajinan tangan.
10.
Arsitektur.
11.
Peta.
12.
Seni batik.
13.
Fotografi.
14.
Sinematografi.
15.
Terjemahan, tafsiran,
saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Sedangkanlamanya masa berlaku hak cipta
adalah sebagai berikut :
1.
Masa berlaku seumur
hidup pencipta dan terus berlangsung selama 50 tahun setelah pencipta meninggal
dunia atau 50 tahun sejak diumumkan jika pemegang hak cipta tersebut adalah
badan hukum, yaitu untuk hak cipta atas ciptaan sebagai berikut:
a)
Buku, pamflet, dan
semua hasil karya tulisnya.
b)
Ceramah, kuliah pidato,
dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
c)
Alat peraga yang dibuat
untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
d)
Ciptaan lagu atau musik
dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan dan rekaman suara.
e)
Tari (koreografi,
drama, perwayangan dan pantomim)
f)
Karya pertunjukan
g)
Karya siaran
h)
Seni rupa dalam segala
bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni
patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan.
i)
Arsitektur.
j)
Peta.
k)
Seni batik.
l)
Fotografi.
m)
Sinematografi.
n)
Terjemahan, tafsiran,
saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari asil pengalihwujudan.
2.
Masa berlaku untuk 50
tahun sejak pertama sekali diumumkan. Yaitu atas hasil-hasil ciptaan sebagai
berikut:
a)
Program komputer.
b)
Sinematografi.
c)
Rekaman suara.
d)
Karya pertunjukan.
e)
Karya siaran.
f)
Ciptaan yang penciptanya
tidak diketahui, yang dipegang oleh negara.
g)
Ciptaan yang
dilaksanakan oleh pihak yang melakukan pengumuman.
3.
Masa berlaku untuk 25
tahun, yaitu untuk hak cipta atas ciptaan sebagai berikut :
a)
Fotografi.
b)
Saduran, bunga rampai
dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
c)
Karya seni susunan
perwajahan karya tullis yang diterbitkan.
1) Beberapa Pengertian
Menurut
pengertian Pasal 1 UU No.19 Tahun 2002, yang dimaksud dengan hak cipta (copyrights dalam Bahasa Inggris, auteursrecht dalam Bahasa Belanda)
adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memerikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak
cipta adalah hak khusus bagi pencipta atau penerima untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dalam bidang tertentu. Hak
cipta berbeda dengan hak kekayaan intelektual lainnya, seperti hak paten,
karena tidak memberikan hak monopoli atas invensi. Hukum yang mengatur hak
cipta pun tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya atau teknik yang
mungkin terwujud atau terwakili didalam ciptaan tersebut, tetapi hanya mencakup
ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu.
Pencipta
adalah seorang atau beberapa orang secara bersama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan ke setiap karya pencipta yang
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Keaslian disini maksudnya adalah bagaimana pencipta itu mampu untuk menunjukkan
kekuatan original expression of ideas yang
hanya dimilikinya dan dilaksanakan dalam bentuk yang riil dan nyata, dalam arti
kata, perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasam karena
karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan
keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau
keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau dudengar.
Menurut Patricia Loughlan, Pengertian hak cipta adalah
bentuk kepemilikian yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi
penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi inteletual, sebagaimana kreasi yang
ditetapkan dalam ketegori hak cipta yaitu kesusastraan, drama, music dan
pekerjaan seni, serta rekaman suara, film, radio dan siaran televise, serta
karya tulis yang diperbanyak melalui penerbitan.
2) Pemegang Hak Cipta
Pemegang
hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima
hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebbih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
3) Karya Kolektif
a)
Karya kompilasi
(campuran) adalah karya dengan multi-pengarang, yaitu karya orisinal digabung
dengan materi yang sebelumnya sudah ada.
b)
Bila bagian komponen
sama dengan karya orisinal dari pengarang dan mempunyai identitas yang
independen.
c)
Hak masing-masing
pengarang mempunyai hak untuk memakai hak cipta untuk kepentingan dan tidak
menyampingkan yang lain dalam pemakaian hak cipta.
2.2.
FUNGSI
DAN SIFAT HAK CIPTA
Hak cipta merupakan hak
eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untu mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan
dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan. Disinilah perbedaan antara hak cipta
dengan hak paten dan merek. Hak paten dan hak merek baru timbul hak setelah
pengumuman dari Dirjen HaKI, sedangkan hak cipta diperoleh secara otomatis.
Dengan demikian, siapa yang mengumumkan pertama kali merupakan sifat dari hak
cipta yang menganggap bahwa pengumuman dari pencipta sekaligus secara otomatis
sebagai pemilik dari ciptaanya. Hak cipta juga dianggap sebagai “benda
bergerak”, oleh karena itu hak cipta dapat beralih atau dalihkan baik
seluruhnya maupun sebagian, karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian
tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan. Hak-hak tersebut terus berlangsung hingga 50 tahun setelah
penciptanya meninggal dunia (Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2002.
1) Ciptaan dalam Hubungan
Dinas
Hasil
ciptaan yang dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan
pekerjaan pemegang hak ciptanya adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya
ciptaan tersebut dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain oleh kedua belah pihak,
dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas
sampai keluar hubungan dinas.
2) Badan Hukum sebagai
Pemilih Hak Cipta
Demikian
juga menurut ketentuan Pasal 8 UU No. 19 Tahun 2002, jika suatu badan hukum
mengumumkan bahwa ciptaan berasal daripadanya dengan tidak menyebut seseorang
sebagai penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya. Hak-hak tersebut berlaku
selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan (Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2002)
3) Hak Cipta Atas Potret
Bagi
pemegang hak cipta atas potret dimungkinkan untuk memperbanyak jika mendapatkan
izin orang yan dipotret atau ahli warisnya dalam jangka waktu 10 tahun setelah
yang dipotret meninggal dunia, termasuk bila potret yang memuat dua orang atau
lebih harus minta izin dari yang lainnya. Untuk potret tanpa izin pemegang hak
cipta tidak boleh mengumumkannya, bila bertentangan dengan kepentingan yang
wajar dari orang yang dipotret.
4)
Hak Cipta Sebuah Buku
Setiap karya sangatlah patut diberikan apresiasi
dengan memberikan hak penciptaan terhadap karya tersebut kepada penciptanya.
Hak cipta merupakan hak yang berguna bagi pemegang hak cipta untuk mengatur
segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan apa yang diciptakan dan
berlandskan hukum yang kuat.
Beberapa hak cipta yang diberikan kepada penulis buku
selaku pemegang hak cipta antara lain :
-
Membuat salinan
atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut
-
Mengimpor dan
mengekspor ciptaan
-
Meciptakan karya
turunan atau derivatif atas ciptaan
-
Menampilkan atau
memamerkan ciptaan didepan umum
-
Menjual atau
mengalihkan hak eksklusif tersebut pada orang lain
Hak eksklusif pemegang hak cipta meliputi kegiatan
menerjemahkan, mengadaptasi, mengransemen, mengalihwujudkan, menjual,
menyewakan, mempertunjukkan kepada public, menyiarkan, merekam dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada public melalui sarana apapun.
2.3.
HAK
EKONOMIS DAN HAK MORAL
Hak cipta terdiri atas
hak ekonomi (economic rights) dan hak
moral (moral rights). Hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak
terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang
tidak dapat dihilangkan atau duhapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta
atau hak terkait telah dialihkan.
1) Hak Ekonomis
Hak
ekonomis merupakan hak eksklusif dari pengarang untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan ekonomi. Hak ekonomis meliputi ha memperbanyak, hak
distribusi, hak pertunjukan, dan hak peragaan.
2) Hak Moral
Menurut
Pasal 24 UU No. 19 Tahun 2002, penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada
orang atau badan lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk
menggugat seseorang yang tanpa persetujuannya (lihat Pasal 55-56 UU No. 19
Tahun 2002):
a)
Meniadakan nama
pencipta yang tercantum pada ciptaan tersebut.
b)
Mencantumkan nama
pencipta pada ciptaannya.
c)
Mengganti atau mengubah
judul ciptaan.
d)
Mengubah isi ciptaan
yang bersangkutan.
2.4.
HAK
TERKAIT
Menurut ketentuan Pasal 9-50 UU No. 19
Tahun 2002:
a)
Pelaku memiliki hak
untuk memberi izin atau melarang orang lain tanpa persetujuannya membuat,
memperbanyak, dan menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya,
untuk jagka waktu 50 tahun.
b)
Produser rekaman suara
memiliki hak khusus untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya memperbanyak rekaman suara, untuk jangka waktu 50 tahun.
c)
Lembaga penyiaran juga
memiliki hak khusus, untuk jangka waktu 20 tahun.
2.5.
CIPTAAN
DERIVATIF
Ciptaan derivatif
adalah karya turunan yang didasarkan atas salah satu atau beberapa karya
terdahulu yang menggambarkan pengarang orisinal, seperti terjemahan, aransemen
musik, dramatisasi, fiksionaliasasi, film, recording,
dan lain-lain. Dalam ciptaan derivatif pemegang hak cipta mempunyai hak untuk
mengecualikan orang lain atas karya kreatif dari daya ciptanya sendiri.
2.6.
PENDAFTARAN
HAK CIPTA
Menurut Pasal 35 UU No.
19 Tahun 2002 menyatakan, ketentuan tentang pendaftaran hak cipta tidak
merupakan kewajiban untuk mendaftarkan hak cipta. Hak cipta diperoleh secara
otomatis, bagi yang tidak didaftarkan tetap memperoleh perlindungan hukum,
meskipun demikian pendaftaran diperlukan sebagai bukti awal dari pemilik hak
cipta (peraturan Menteri Hukum dan HAM). Pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum
Ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau pemegang hak
cipta, lampau waktu, atau dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.7.
LISENSI
Menurut ketentuan Pasal 45-48 UU No. 19
Tahun 2002:
a)
Pemegang hak cipta
berhak memebrikan lisensi dengan perjanjian lisensi untuk melaksanakan
ciptaanya, kecuali diperjanjikan lain, maka pelaksana wajib untu =k membayar
royalti kepada pemegang hak cipta.
b)
Perjanjian lisensi
dilarang memuat ketentuan yang langsung aupun tidak langsung merugikan
perekonomian negara.
c)
Perjanjian lisensi
wajib dicatat di Dirhen HaKI, agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap piha
ketiga.
2.8.
PELANGGARAN
HAK CIPTA
Menurut pasal 15 UU No.
19 Tahun 2002, tidak dianggap pelanggaran hak cipta apabila suatu karya menulis sumbernya:
a)
Untuk keperluan
pendidikan, penelitian, dan lain-lain yang tidak merugikan pencipta.
b)
Pengambilan untuk
kepentingan dipengadilan.
c)
Pengambilan, baik
sebagian maupun seluruhnya, untuk kepentingan ceramah ilmiah dan pendidikan
asal tidak merugikan penciptanya.
d)
Pembuatan salinan
cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
Biasanya, peniruan
karya tulis dapat berbentuk peniruan kata demi kata, peniruan tanpa pengambilan
kata-kata (persamaan substansi kedua karya tulis, akses, penggugat harus
menunjukkan karya tergugat sama dengan karyanya).
Disini tergugat dapat
melakukan pembelaan:
a)
Kekurangan daya hak
cipta dari kekayaan penggugat
b)
Kekurangan orisinalitas
dari ekspresi
c)
Kekurangan kesamaan
substansial
d)
Fair
use (pemakaian yang layak)
Perlu diketahui bahwa tidak semua
percontohan hak cipta orang lain oleh hukum dianggap sebagai pelanggaran hak
cipta. Terhadap beberapa
tindakan di bawah ini tidak dianggap pelanggaran hak cipta, asalkan disebut
sumbernya menurut kebiasaan yang berlaku, yaitu terhadap tindakan-tindakan
sebagai berikut :
a)
Ciptaan orang lain
digunakan untuk keperluan pendidikan, penulisan kritik, dan tinjauan suatu
masalah dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta.
b)
Ciptaan orang lain
digunakan untuk keperluan pembelaan di dalam dan di luar pengadilan.
c)
Ciptaan orang lain
digunakan untuk ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
d)
Ciptaan orang lan
digunakan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran asalkan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
e)
Ciptaan orang lain
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra diperbanyak dengan huruf Braile
guna keperluan pada tunanetra, kecual terhadap perbanyakan yang bersifat
komersil.
f)
Ciptaan orang lain
selain program komputer yang diperbanyak secara terbatas dengan cara atau alat
apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan
atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang nonkomersial, semata-mata untuk
keperluan aktivitasnya.
g)
Perubahan yang dilakukan
atas arsitektur seperti ciptaan bangunan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan
teknis.
h)
Perbuatan salinan
cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
1) Masalah Pembuktian
Dalam
kasus pelanggaran hak cipta,bukti langsung dari plagiarisme adalah jarang
sekali ditemukan, biasanya pembuktian pelanggaran hak cipta dilakukan melalui
pembuktian akses maupun kesamaan substansial, yaitu suatu metode pembuktian
dari pemeriksaan kata demi kata, karena biasanya pelanggaran terjadi dalam dua
tahap proses: membuktikan terjadinya peniruan dan apakah hal tersebut di dalam
hal-hal yang tidak diizinkan.
2) Doktrin Pemakaian yang
Layak
Di
Amerika Serikat ada istilah untuk pemakaian yang layak yang tidak dikategorikan
pelanggaran hak cipta, the doctrine of
fair use, dalam UU Hak Cipta Tahun 1976 digunakan beberapa variabel agar
tidak dikualifikasi sebagai peniruan:
a)
Maksud dan sifat pemakaian,
termasuk sifat, dan maksud komersialnya
b)
Sifat dari karya hak
cipta
c)
Porsi yang ditiru
d)
Pengaruh ekonomis dari
yang ditiru
e)
Maksud dan
alasan-alasan dari terdakwa
3) Sifat Pekerjaan
a)
Tergantung dari
kaitannya dengan faktor efek ekonomis dari pemakaian hak cipta tersebut
b)
Potensi pengaruh
ekonomi bersama faktor-faktor lainnya menentukan doctrine of fair use
c)
Jumlah proporsional dan
substansi pemakaian, sifat peniruan kualitatif, atau kuantitatif
2.9.
PENGAWASAN
TERHADAP PERLINDUNGAN HAK CIPTA
1. Sarana Kontrol Teknologi
Setiap
orang dilarang merusak, memusnahkan, menghilangkan, atau membuat tidak
berfungsi sarana kontrol teknologi yang digunakan sebagai pelindung ciptaan
atau produk hak terkait, kecuali untuk kepentingan pertahanan dan keamanan
negara, sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau
diperjanjikan lain. Ciptaan atau produk hak terkait yang menggunakan sarana
produksi atau penyimpanan data berbasis teknologi informasi wajib memenuhi
aturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang
berwenang.
2. Konten Hak Cipta dalam
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Untuk
mencegah pelanggaran hak cipta melalui sarana berbasis teknologi informasi,
pemerintah berwenang melakukan:
-
Pengawasan terhadap
pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta.
-
Kerja sama dan
koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri, dalam
pencegahan pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta, dan
-
Pengawasan terhadap
tindakan perekaman dengan menggunakan media apapun terhadap ciptaan ditempat
pertunjukan.
Setiap
orang yang mengetahui pelanggaran hak cipta melalui sistem elektronik untuk
penggunaan secara komersial dapat melaporkan kepada mentri, kemudian mentri
akan memverifikasi laporan tersebut. Jika ditemukan bukti yang cukup
berdasarkan hasil verifikasi laporan tersebut, atas peminta pelapor, menteri
merekomendasikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
dibidang telekomunikasi dan informatika untuk menutup sebagaian atau seluruh konten
yang melanggar hak cipta dalam sistem elektronik atau menjadikan layanan dalam
sistem elektornik tersebut tidak dapat diakses. Penutupan dilakukan secara
keseluruhan paling lama 14 (empat belas) hari setelah penutupan, menteri wajib
meminta penetapan pengadilan.
2.10.
KETENTUAN
PIDANA
Menurut Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002,
ada perubahan yang cukup berarti bagi para pihak yang dengan sengaja melanggar
pasal-pasal dari UU No. 19 Tahun 2002
ini, di samping ancaman pidana yang semakin lama juga ancaman dendanya
semakin besar pula.
Sanksi Pidana dan Denda Pelanggaran Hak
Cipta
No
|
Pelanggaran
|
Pidana
|
Denda
|
1
|
Pasal
2 (1), 49 (1) dan (2)
|
1
bln < 7 thn
|
Rp
1jt – 5 M
|
2
|
Pasal
2 (1) – mengedarkan
|
<
5 th
|
Rp
500 jt
|
3
|
Program
komputer
|
<
5 th
|
Rp
500 jt
|
4
|
Pasal
17
|
<
th
|
Rp
1 M
|
5
|
Pasal
19, 20, 49 (3)
|
<
2 th
|
Rp
150 jt
|
6
|
Pasal
24, 55
|
<
2 th
|
Rp
150 jt
|
7
|
Pasal
25
|
<
2 th
|
Rp
150 jt
|
8
|
Pasal
27
|
<
2 th
|
Rp
150 jt
|
9
|
Pasal
28
|
<
5 th
|
Rp
500 jt
|
Kasus Pelanggaran Hak Cipta Inul
Vizta
PT. Vizta Pratama, perusahaan pemegang franchise rumah bernyanyi (karaoke) Inul Vizta, menjadi tersangka atas kasus pelanggaran hak cipta. Nagaswara selaku penggugat menganggap Inul Vizta melanggar hak cipta dengan mengedarkan dan menyalin lagu tanpa membayar royalti untuk produser dan pencipta lagu. Direktur Utama Nagaswara, Rahayu Kertawiguna, yang turut hadir, menjelaskan bahwa sudah terdapat pemanggilan kepada pihak terkait, namun Kim Sung Ku selaku direktur utama Inul Vizta saat ini masih berada di Korea.
Sebelumnya, Nagaswara yang turut
merasa dirugikan oleh Inul Vizta melapor ke Mabes Polri pada Jumat, 8 Agustus
2014. Pihak Nagaswara telah melakukan gugatan kepada PT Vizta Pratama, dalam
hal ini Inul Vizta dianggap telah menggunakan video klip bajakan dalam
lagu-lagu milik Nagaswara di rumah karaokenya. PT Nagaswara memperkarakan Inul
Vizta karena menampilkan video klip Bara Bere yang dinyanyikan Siti Badriah dan
lagu Satu Jam Saja yang dipopulerkan oleh Zaskia Gotik, tanpa izin terlebih
dahulu kepada Nagaswara.
Pemegang saham terbesar Inul Vizta,
Inul Daratista, belum berkomentar atas kasus dugaan pelanggaran hak cipta yang
dilayangkan Nagaswara tersebut. Ini bukan kali pertama karaoke Inul Vizta
tersandung masalah. Pada 2009, Andar Situmorang mengajukan gugatan kepada Inul
Daratista sebagai pemegang saham terbesar PT Vizta Pratama yang menaungi outlet
karaoke Inul Vizta. Andar mengajukan gugatan materi Rp5,5 triliun karena 171
lagu ciptaan komponis nasional, (alm) Guru Nahum Situmorang berada di 20 outlet
Inul Vizta tanpa izin. Gugatan yang diproses di Pengadilan Negeri Tata Niaga
Jakarta Pusat akhirnya dimenangkan Inul.
Pada 2012, Yayasan Karya Cipta
Indonesia (YKCI) mengadukan Inul Vizta ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
terkait lisensi penggunaan lagu. Namun, oleh pihak pengadilan, gugatan tersebut
ditolak karena salah konsep. Pada akhirnya, KCI dan Inul sepakat berdamai.
Pada Januari 2014, band Radja
melaporkan Inul Vizta ke Mabes Polri karena dianggap menggunakan lagu
"Parah" tanpa izin. Inul terancam hukuman 7 tahun penjara dan denda
Rp5 miliar karena diduga melanggar UU No. 19 th 2002 tentang Hak Cipta.
Analisa Hukum
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi
Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini merupakan bunyi Pasal
1 ayat 1 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002. Pencipta memiliki
hak eksklusif yang dilindungi oleh undang-undang dan perlindungan itu
dimaksudkan agar pencipta tidak kehilangan haknya secara ekonomis atas
karya-karya yang timbul dan lahir dari kemampuan intelektualitasnya.
Perkembangan musik yang sangat pesat
dapat melahirkan persaingan dalam industri musik. Pembajakan merupakan momok
yang menakutkan bagi para penggiat musik, khususnya pencipta dan produser musik
itu sendiri. Minimnya pemahaman akan Hak Cipta dikalangan masyarakat indonesia,
hal ini menyebabkan semakin banyak orang mencari lagu dengan kata kunci free
download musik indonesia dari ilegal website. Tingginya kata pencarian ini
menjadi sebuah inspirasi bagi para pencari uang di internet dengan membuat
situs-situs lagu yang mengandung pelanggaran hak cipta. Sehingga banyak
bermunculan website-website yang menyediakan sejumlah link download lagu
ilegal.
Dalam kasus Inul Vizta dan Nagaswara
ini, penggunaan video klip tanpa seizin produsen dan menyiarkannya untuk
kepentingan komersial oleh karaoke Inul Vista dapat dikatagorikan sebagai
bentuk kegiatan mengumumkan dan mempublikasikan suatu ciptaan dan dilakukan
untuk keperluan komersial, yang sudah pasti akan mendatangkan keuntungan bagi
pemilik karaoke, namun di sisi lain akan merugikan pemilik dan pencipta lagu
terlebih lagi lagu tersebut belum dirilis secara resmi.
Kegiatan tersebut dapat saja
dinamakan Pengumuman. Dalam Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Hak Cipta, diterangkan
bahwa;"Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apapun,
termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu
Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.". Tindakan
pengumuman yang dilakukan di Inul Vizta, merupakan tindakan yang masuk didalam
lingkup Hak Cipta itu sendiri.
Berdasarkan undang-undang Hak Cipta
semua pihak yang menggunakan karya cipta berupa lagu milik orang lain maka
orang tersebut berkewajiban untuk terlebih dahulu meminta ijin dari si pemegang
hak cipta lagu tersebut dan harus membayar royalti apabila digunakan untuk keperluan
komersial. Segala Bentuk pengumuman suatu karya cipta untuk kepentingan
komersial harus dengan izin pencipta dan membayar royalti. Royalti adalah
pembayaran yang diberikan pada pemilik hak cipta atas karya cipta miliknya yang
telah dipergunakan.
Bahwa dalam Pasal 113 ayat 3 Undang-undang
Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 yang berbunyi: "Setiap Orang yang dengan
tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".
Terkait dengan telah dilindunginya hak-hak pencipta dalam Undang-undang,
maka seharusnya tidak ada lagi pelanggaran dalam industri musik Indonesia dapat
dan diharapkan para penegak hukum dapat bertindak tegas dalam menangani
kasus-kasus pelanggaran hak cipta.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hak cipta merupakan hak khusus bagi
pencipta atau penerima untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberi izin untuk itu dalam bidang tertentu. Hak cipta berbeda dengan hak
kekayaan intelektual lainnya, seperti hak paten, karena tidak memberikan hak
monopoli atas invensi. Hak cipta pertama kali diatur dalam Auteurswet 1912, selanjutnya mengalami perubahan dengan
dikeluarkannya UU No.6 Tahun 1982, UU No.7 Tahun 1987, UU No. 12 Tahun 1997,
dan terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002. Hak cipta meliputi bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup semua karya tulis (literary works), seperti buku, program
komputer, database, laporan teknis,
manuskrip, karya arsitektur, peta, hasil terjemahan, atau hasil
pengalihwujudan, karya yang diucapkan atau dinyanyikan, karya drama termasuk
yang tidak diucapkan, seni film, dan karya musikal termasuk seni dalam segala
bentuknya. Pemegang hak cipta tersebut adalah pencipta atau pihak lain yang
menerima hak dari pencipta.
Terdapat
3 bagian pada fungsi dan sifat hak cipta yakni ciptaan dalam hubungan dinas,
badan hukum sebagai pemilik hak cipta, dan hak cipta atas potret yang mana
membahas mengenai ketentuan pemegang hak cipta dari ketiga hal tersebut diatas.
Hak cipta juga terdiri dari hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi merupakan
hak eksklusif dari pengarang untuk memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi,
sedangkan hak moral diatur dalam pasal 24 UU No. 19 Tahun 2002 tentang
penyerahan hak cipta. Terdapat juga hak terkait yang diatur dalam Pasal 9-50 UU
No. 19 Tahun 2002. Pendaftaran
hak cipta diatur dalam pasal 35 UU No. 19 Tahun 2002 yang menyatakan, ketentuan
tentang pendaftaran hak cipta tidak merupakan kewajiban untuk mendaftarkan hak
cipta. Hak cipta tersebut diperoleh secara otomatis, bagi yang tidak
didaftarkan tetap memperoleh perlindungan hukum, meskipun demikian pendaftaran
diperlukan sebagai bukti awal dari pemilik hak cipta (peraturan Menteri Hukum
dan HAM). Dan lisensi diatur dalam Pasal 45-48 UU No. 19 Tahun 2002.
Pelanggaran
hak cipta diatur dalam pasal 15 UU No. 19 Tahun 2002, mengenai yang tidak
dianggap pelanggaran hak cipta apabila suatu karya menulis sumbernya dan juga
dibahas mengenai masalah pembuktian, doktrin yang layak, dan sifat pekerjaan.
Sedangkan dalam pengawasan terhadap perlindungan hak cipta terdapat sarana
kontrol teknologi dan konten hak cipta dalam dalam teknologi informasi dan
komunikasi. Dan ketentuan pidana mengenai hak cipta diatur dalam pasal 72 UU
No. 19 Tahun 2002, apabila ada pihak yang dengan sengaja melanggar pasal-pasal
dari UU No. 19 Tahun 2002.
DAFTAR PUSTAKA
Saliman,
Dr. Abdul R. 2005. Hukum Bisnis Untuk
Perusahaan:Teori dan Contoh Kasus. Jakarta:Kencana
Fuandy,
Dr. Munir. 2008. Pengantar Hukum Bisnis:
Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung:Citra Aditya Bakti
Suwarno, Wiji. 2011. Perpustakaan dan Buku : Wacana dan Penerbitan.
Jogyakarta : Ar-Ruzz Media
Afrillyana Purba, Gazalba Saleh dan Andriana Krisnawati, 2005. TRIPs-WTO
dan Hukum HKI Indonesia. Penerbitan PT Rineka Cipta : Jakarta
Aqimuddin, Eka An.
2010. Tip Hukum Praktis: Solusi Bila Terjerat
Kasus Bisnis. Jakarta: Raih Asa Sukses
Tim Visi Yustisia.
2015. Panduan Resmi Hak Cipta: Dari
Mendaftar, Melindungi, hingga Menyelesaikan Sengketa. Jakarta: Visimedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar