1.
Distribusi
Pendapatan
Dua ukuran pokok distribusi
pendapatan yang digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif tentang
keadilan distribusi pendapatan. Ada indicator untuk menunjukkan distribusi
pendapatan masyarakat.
a. Distribusi Pendapatan Ukuran
Distribusi
pendapatan perorangan (personal distribution of income) ukuran ini secara
langsung menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau
rumah tangga. Seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang tidak peduli
darimana sumbernya, entah itu berasal dari gajinya karena bekerja atau berasal
dari sumber lain seperti bunga, tabungan, laba, hasil sewa, hadiah ataupun
warisan. Selain itu lokasi sumber pendapatan (desa atau kota) maupun sector
atau bidang kegiatan yang menjadi sumber pendapatan (pertanian, manufaktur,
perdagangan, jasa) juga diabaikan.
Biasanya populasi dibagi
menjadi lima kelompok (quantiles) atau sepuluh kelompok (decile) sesuai dengan
tingkat pendapatan mereka, kemudian menetapkan beberapa proporsi yang diterima
oleh masing-masing kelompok dari pendapatan nasional total.
Ada 3 alat ukur tingkat
ketimpangan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran :
(1) Rasio Kutnezz
Rasio ini sering dipakai
sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem yaitu kelompok
yang sangat miskin dan selompok yang sangat kaya disatu Negara.
(2) Kurva Lorenz
Kurva ini menunjukkan
hubungan kuantitatif actual antara persentase penerima pendapatan dengan
persentase pendapatan total yang benar-benar mereka terima selama, misalnya satu
tahun.
(3) Koefisien Gini dan Ukuran Ketimpangan Agregat
Perangkat terakhir dan sangat
mudah digunakan untuk mengukur derajat ketimpangan pendapatan relative disatu
Negara adalah dengan menghitung rasio bidang yang terletak diantara garis
diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh segi empat dimana kurva
Lorenz tersebut berada. Koefiseieb gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang
angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan
sempurna).
b. Distribusi Fungsional
Disebut
juga pangsa distribusi pendapatan per faktor produksi (functional or factor
share distribution of income) ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan
nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga
kerja, dan modal). Mempersoalkan persentase pendapatan tenaga kerja secara
keseluruhan bukan sebagai unit usaha atau faktor produksi yang terpisah secara
individual dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang
dibagikan dalam bentuk sewa, bunga dan laba.
Kurva
permintaan dan penawaran diasumsikan sebagai sesuatu yang menentukan harga
persatuan (unit) dari masing-masing faktor produksi. Apabila harga-harga unit
faktor produksi tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor produksi yang
digunakan bersumber dari asumsi utilitas (pendayagunaan) faktor produksi secara
efisien (sehingga biayanya berada pada taraf minimum) maka kita bisa menghitung
total pembayaran atau pendapatan yang diterima oleh setiap faktor produksi
tersebut.
c. Perkembangan Indeks Ketimpangan
Distribusi
lebih timpang pada waktu pemerintahan Sukarno, lebih kurang timpang (lebih
merata) pada pemerintahan Suharto. Pada tahun 1964/65 hampir sama untuk
perkotaan dan pedesaan yang termasuk pada ketimpangan yang sedang. Pembagian
pendapatan perkotaan di Jawa lebih merata di bandingkan pedesaan Jawa, namun
sebaliknya terjadi diluar Jawa yakni dipedesaan lebih merata. Kalau kita
bergerak dari tahun 1964/65 maka distribusi pendapatan diperkotaan Jawa selalu
menjadi lebih timpang, sedangkan didaerah pedesaan di Jawa selalu menjadi lebih
merata sampai pada tahun 1976.
Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena UUPMA dan UUPMDN dan beberapa kebijaksaan
lainnya yang mulai dilaksanakan pada awal pemerintahan Suharto lebih banyak
dimanfaatkab oleh orang kaya diperkotaan di Jawa sehingga distribusi pendapatan
menjadi timpang. Hal ini sebeliknya terjadi dipedesaan Jawa yakni program
pembangunan pertanian dan pedesaan terutama program BIMAS-INMAS lebih banyak
dinikmati oleh golongan miskin di Jawa sehingga distribusi pendapatan menjadi
lebih merata (koefisien gini menurun). Koefisien Gini secara keseluruhan
diperkotaan menjadi lebih timpang, sedangkan dipedesaan menjadi lebih baik bila
kita bergerak dari 1964/65 menuju 1976.
2.
Kemiskinan
Kemiskinan
adalah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup dibawah tingkat pendapatan riil minimum
tertentu – atau dibawah “garis kemiskinan interasional”. Garis tersebut tidak
mengenal tapal batas antar Negara, tidak tergantung pada tingkat pendapatan
perkapita disatu Negara dan juga memperhitungkan perbedaan tingkat harga antar
Negara dengan mengukur penduduk miskin sebagai orang yang hidup kurang dari
US$1 perhari dalam dolar paritas daya beli (ppp). Kemiskinan absolute dapat dan
memang terjadi dimana mana di Jakarta, Bali, Nusa Penida, Medan walupun
kadarnya berbeda beda dari satu tempat dan tempat lainnya.
a. Mengukur Kemiskinan Absolut
Dapat
diukur dengan angka atau “hitungan per kepala (headcount)”, H untuk mengetahui
seberapa banyaknya orang yang penghasilannya berada dibawah garis kemiskinan
absolute Yp. Ketika hitungan perkepala dianggap sebagai bagian dari populasi
total, N kita memperoleh indeks per
kepala (headcount indeks), H/N. garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat
yang selalu konstan secara riil, sehingga kita dapat menelusuri kemajuan yang
diperoleh dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolute sepanjang waktu.
Gagasan yang mendasari penetapan level ini adalah satu standar minimum dimana
seseorang hidup dalam “kesengsaraan absolute manusia” yaitu ketika kesahtan
seseorang sangat buruk.
Indicator jurang kemiskinan yang mengukur
pendapatan total yang diperlukan untuk mengangkat mereka yang masih dibawah
garis kemiskinan ke atas garis itu. Sebarapa jauh pendapatan kelompok miskin
berada dibawah garis kemiskinan. “kekurangan pendapatan total” atau jurang
kemiskinan total (total poverty gap = tpg) dari kaum miskin didefinisikan
sebagai :
TPG =
b. Cakupan Kemiskinan Absolut
Jumlah dan persentase
penduduk miskin untuk 1976-1999 dan garis kemiskinan di Indonesia untuk tahun
2005 sampai 2007. Bahwa pembangunan ekonomi telah menurunkan persentase
penduduk miskin dari lebih dari 40% dari jumlah penduduk (sekitar 54 juta
orang). Pada tahun 1976 menjadi sekitar 11,34% dari jumlah penduduk (22,5 juta
orang) pada tahun 1996 untuk akibat krisis ekonomi meningkat 23% dari jumlah
penduduk (37 juta orang). Pada tahun 2007. Dapat dikatakan bahwa persentase
yang cukup tinggi dari seluruh penduduk Indonesia (16-18%) masih berada dibawah
garis kemiskinan dan merupakan tugas yang berat bagi pemerintah sekarang adalah
pemberantasan kemiskinan atau masalah kemiskinan menjadi tujuan pembangunan
millennium dewasa ini di Indonesia.
c. Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat
Miskin
Tingginya tingkat pendapatan
perkapita tidak menjamin lebih rendahnya tingkat kemiskinan absolute.
Diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai siapa yang termasuk dalam
kelompok miskin dan apa saja karakteristik mereka.
-
Kemiskinan
di pedesaan dan daerah pantai
Mata pencaharian pokok
dibidang pertanian, perikanan dan kegiatan lain yang berkaitan dengan sector
ekonomi tradisional kebanyakan wanita dan anak-anak daripada laki-laki dewasa
dan berkonsentrasi diantara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.
Sebagian besar dari pengeluaran pemerintah justru lebih tercurah kedaerah
perkotaan dan berbagai sector ekonomi yakni sector manufaktur modern dan sector
komersial. Nelayan ikan sangat miskin dibandingkan dengan petani, karena
nelayan tidak punya tanah dan proses produksinya tidak bersifat cultivation
seperti halnya pertanian. Sehingga nilai tambah produk pertanian jauh lebih
tinggi disbanding produk ikan. Status pekerjaan kepala rumah tangga miskin
sebagai buruh, di pedesaan buruuh disektor pertanian tidak memiliki tanah
sendiri. Diperkotaan sebagian besar dari rumah tangga buruh miskin mempunyai
sumber penghasilan utama disektor industry, bangunan dan jasa.
3 faktor pertanian merupakan
pusat kemiskinan di Indonesia :
1. Tingkat
produktivitas yang rendah
2. Daya
saing petani antar komuditas petani terhadap komuditas industry semakin lemah.
3. Tingkat
diversifikasi usaha disektor pertanian ke jenis-jenis komuditas bukan bahan
makanan yang memiliki prospek pasar dan harga yang lebih baik masih sangat
terbatas.
-
Kaum
wanita dan kemiskinan
Merekalah yang paling
menderita kemiskinan serta kekurangan gizi dan mereka pula yang paling sedikit
menerima pelayanan kesehatan, air bersih dan berbagai bentuk jasa social yang
lainnya. Sebab-sebab pokook atas terjadinya fenomena itu adalah banyaknya
wanita yang menjadi kepala rumah tangga, rendahnya kesempatan dan kapasitas
mereka dalam memiliki pendapatan sendiri, serta terbatasnya control mereka
terhadap penghasilan suami, akses kaum wanita ternyata juga sangat terbatas
untuk memperoleh kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak disektor
formal, berbagai tunjangan social dan program-program penciptaan lapangan kerja
yang dilancarkan oleh pemerintah.
-
Etnik
Minoritas, Penduduk Pribumi dan Kemiskinan
Seringkali mengalami diskriminasi
social, politik maupun ekonomi yang serius.
d. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Jumlah
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi langsung maupun tidak langsung tingkat
kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat pertumbuhan output (atau
produktivitas tenaga kerja), tingkat upah neto, distribusi pendpatan,
kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia), tingkat inflasi,
pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam,
ketersediaan fasilitas umum (pendidikan dasar, kesehatan,
informasi,transportasi, listrik, air, dan lokasi pemukiman), penggunaan
teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disatu wilayah,
etos kerja dan motivasi kerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik,
bencana alam dan peperangan. Faktor tersebut saling mempengaruhi satu dengan
yang lainnya.
e. Pertumbuhan dan Kemiskinan
Pertumbuhan yang cepat
berakibat buruk pada kaum miskin karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan
oleh perubahan structural pertumbuhan modern. Pembuat kebijakan mengatakan
pengeluaran public yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan
mengurangi dana yang dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan. Konsentasi
penuh untuk mengurangi kemiskinan akan memperlambat tingkat pertumbuhan
sebanding dengan argument yang menyatakan bahwa derajat ketimpangan yang rendah
akan mengalami tingkat pertumbuhan yang lambat juga.
Ada 5 alasan kebijaksanaan
yang ditujukkan untuk mengurangi kemiskinan tidak harus memperlambat laju
pertumbuhan
(1) Kemiskinan
yang meluas menciptakan kondisi yang membuat kaum miskin tidak mempunyai akses
terhadap pinjaman kredit, tidak mampu membiayai pendidikan anaknya dengan
ketiadaan peluang investasi fisik maupun moneter, mempunyai banyak anak sebagai
sumber keamanan keuangan dimasa tuanya nanti.
(2) Akal
sehat yang didukung dengan banyaknya data empiris terbaru, menyaksikan fakta
bahwa, tidak seperti sejarah yang pernah dialami oleh Negara-negara yang
sekarang sudah maju kaum kaya di Negara miskin sekarang tidak dikenal karena
hematnya hasrat untuk menabung dan berinvestasi.
(3) Pendapatan
yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami oleh golongan miskin yang
tercermin dari kesehatan, gizi, dan pendidikan yang rendah dapat menurunkan
produktivitas ekonomi mereka dan menyebabkan perekonomian tumbuh melambat.
(4) Peningkatan
tingkat pendapatan golongan miskin akan mendorong kenaikan permintaan produk
kebutuhan rumah tangga buatan local seperti makanan dan pakaian, secara
menyeluruh, sementara golongan kaya cenderung membelanjakan sebagian besar
pendapatannya untuk barang mewah impor.
(5) Penurunan
kemiskinan secara missal dapat menstimulasi ekspansi ekonomi yang lebih sehat
karena merupakan insentif materi dan psikologi yang kuat bagi meluasnya
partisipasi public dalam proses pembangunan.
3.
Pilihan
Kebijaksanaan
Ada beberapa pilihan yakni :
(1) Perbaikan
distribusi pendapatan fungsional melalui serangkaian kebijakan yang khusus
dirancang untuk mengubah harga-harga relative faktor produksi. Dapat berupa :
a. Upah
buruh , dilaksanankan dengan menentukan tingkat upah minimum nasional dan
regional seperti yang dilaksanakan di Indonesia. Para investor menganggap buruh
menjadi terlalu mahal sehingga mereka memilih teknologi produksi yang hemat
tenaga kerja.
b. Bunga
modal, dilaksanakan dengan menentukan harga modal yang terlalu murah
dibandingkan dengan harga modal yang ditetapkan atas permintaan dan penawaran.
(2) Perbaikan
distribusi ukuran melalui redistribusi progresif kepemilikan aset. Hal ini
sangat tergantung pada distribusi kepemilikan aset diantara berbagai kelompok
masyarakat, terutama modal fisik dan tanah, modal financial seperti saham dan
obligasi, serta sumber daya manusia dalam bentuk pendidikan dan kesehatan yang
lebih baik.
(3) Pengurangan
distribusi ukuran golongan atas melalui pajak yang progresif. Satu contoh yang
diterapkan di Indonesia adalah pajak penghasilan perorangan dan badan yang
mempunyai sifat progresif. Pajak kekayaan, merupakan pajak property perorangan
dan perusahaan yang bersifat progresif yang biasanya dikenakan kepada mereka
yang kaya raya.
(4) Pembayaran
transfer secara langsung dan penyediaan berbagai barang dan jasa public.
Transfer langsung dilaksanakan melalui BLT kepada orang miskin yang berhak
menerima. Penyediaan barang dan jasa public dilksanakan melalui beras murah
untuk orang miskin, penyediaan asuransi kesehatan bagi golongan miskin.
Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar:UUP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar