Minggu, 12 Maret 2017

RMK PEREKONOMIAN INDONESIA SAP 10

RMK SAP 10
“Kebijakan Fiskal”
Pemerintah Soeharto menentukan beberapa kebijaksanaan dibidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Tindakan ini pada dasarnya :
a.       Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang.
b.      Tabungan pemerintah yang diartikan sebagai penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin diusahakan meningkat dari waktu ke waktu.
c.       Basis perpajakan diperluas menghindari pengalaman buruk 1959-60 dengan mengintensifkan penaksiran pajakn dan prosedur pengumpulannya.
d.      Prioritas diberikan kepada pengeluaran produktif pembangunan sedangkan pengeluaran rutin dibatasi.
e.       Kebijaksanaan fiscal diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maximal sumber dalam negeri,tenaga kerja dalam negeri untuk mengembangkan produkssi dalam negeri.
Sasaran kebijaksanaan seperti ini sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai oleh pemerintah dinegara berkembang lainnya yang ingin mencapai stabilitas pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan fiscal.
1.      Prosedur Penyusunan APBN
Ada 3 macam anggaran pendapatan dan belanja yaitu :
-          APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk pemerintah pusat. Unit kerjanya semua departemen misalnya departemen dalam negeri, deparemen pendidikan nasional, departemen luar negeri dsb.
-          APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Propinsi untuk pemerintah provinsi. Unit kerjanya kantor gubernur dan dinas-dinas seperti dinas pertanian, dinas pendidikan nasional, dinas agama dsb.
-          APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) kabuoaten/kota untuk pemerintah kabupaten/kota. Unit kerjanya kantor bupati/walikota dan kecamatan-kecamatan misalnya urusan kesehatan, urusan pendidikan, urusan pertanian, dsb.
Memakai system bottom-up artinya dimulai dari unit kerja paling bawah kemudian ke unit kerja paling tinggi. Menyusun anggaran pendapatan dan belanja tiap tahun.
2.      APBN Perubahan dan Realisasi
Dalam pelaksanaanya sepanjang Tahun Anggaran (1 Januari sampai 31 Desember) sangat mungkin terjadi perubahan dalam perekonomian sehingga asumsi yang digunakan sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Tahun anggaran 2007 telah terjadi harga kenaikan minyak mentah dunia, berturut-turut  seolah tidak bisa distop. Perlu diadakan penyesuaian APBN, karena perubahan harga bahan bakar minyak didalam negeri, perubahan jumlah subsidi bahan bakar minyak dsb. APBN yang disesuikan itu disebut APBN-P (APBN Perubahan). Demikian juga untuk 2008 terjadi perubahan harga bahan bakar minyak mentah dunia, namun terjadi penurunan, bukan kenaikan seperti pada tahun sebelumnya. APBN-P juga harus disusun. APBN-P dibuat setiap tahun sekitar bulan Oktober oleh selalu terjadi perbedaan antara asumsi dan kenyataan. Dalam penyusunan APBN-P juga diperlukan asumsi. APBN yang disusun baik APBN awal maupun APBN-P adalah anggaran sehingga sangat mungkin berbeda dengan angka-angka realisasi.
3.      Pembiayaan Defisit Anggaran
APBN maupun APBD bisa surplus, seimbang dan deficit. Dalam hal APBN yang surplus dimana pendapatan Negara lebih besar dari belanja Negara, satu keadaan yang jarang sekali terjadi. Kelebihan pendapatan dapat saja dipergunakan untuk membiayai tahun berikutnya. Demikiah juga halnya dengan APBD yang surplus. Namun beberapa tahun yang lalu beberapa Pemerintah Daerah mengalami surplus dalam APBDnya dan sebagian/seluruh surplus tersebut dibelikan SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Satu hal yang oleh masyarakat dianggap kurang bijaksana karena bagaimana pertanggungjawaban bunga yang diperoleh, dipergunakan untuk apa, malah tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa hasil bunga dari SBI akan merupakan sumber korupsi daerah.
Pada masa pemerintahan Soeharto APBN selalu disusun agar seimbang (pendapatan Negara sama dengan belanja Negara). Anggaran ini disebut balance budget. Kalau APBN selama Orde Baru ditinjau dari tahun demi tahun, sesungguhnya tidaklah terjadi keseimbangan, melainkan pada satu tahun terjadi deficit dan tahun lainnya surplus namun pemerintah selalu mengatakan bahwa kebijaksanaan anggaran adalah anggaran seimbang dalam jangka panjang. APBD pun sesungguhnya demikian keadaanya yakni surplus/deficit, namun jumlahnya tidak begitu besar sehingga tidak dipermasalahkan oleh masyarakat, sehingga seolah-olah terjadi keseimbangan dalam APBD dan hal yang demikian ini dianggap hal ideal.
Pada masa pemerintahan Sukarno (Orde Lama) pemerintah selalu mengalami deficit dalam APBNnya. Karena penerimaan dari pajak sangat kecil karena pereknomian tidak berkembang sedangkan pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan. Memakai system deficit spending, kelebihan belanja dari pendapatan dibiayai dengan mencatak uang. Pada masa pasca Suharto pun sering terjadi deficit dalam APBN namun tidak dikatakan memakai kebijaksanaan deficit spending, oleh karena tidak dibiayai melalui pencetakan uang. Pembiayaan deficit anggaran dibiayai dari sumber dalam dan luar negeri
4.      Pola Penerimaan Pemerintah
Kebijaksanaan fiscal pada umunya terdiri dari penerimaan dan pengeluaran Negara/pemerintah. Penerimaan pemerintah Indonesia dibedakan menjadi :
(a)    Penerimaan dalam negeri yang tidak lain daripada seluruh penerimaan baik yang berupa pajak ataupun penerimaan bukan pajak.
(b)   Hibah, yang merupakan bantuan pihak ketiga kepada pemerintah baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri.
Penerimaan dalam negeri dibedakan menjadi :
(a)    Penerimaan dari perpajakan (baik pajak langsung maupun tidak langsung baik didalam negeri maupun pajak dari perdagangan internasional)
(b)   Penerimaan bukan pajak (PNBP) semua penerimaan Negara yang bukan pajak seperti halnya uang sekolah (SPP), penerimaan dari penjualan bibit oleh departemen yang membuat pembibitan untuk rakyat, aset milik pemerintah yang dijual kepada rakyat seperti  misalnya rumah dinas,mobil dinas dsb.
Penerimaan Negara dari pajak dapat dibedakan menjadi :
(a)    Pajak Dalam Negeri yang terdiri dari komponen : Pajak Penghasilan (Pph) dari Migas dan Nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan, Cukai dan Pajak Lainnya.
(b)   Pajak dari perdagangan internasional, pajak impor dan pungutan administrasi ekspor.
5.      Pola Pengeluaran Pemerinntah
Anggaran belanja Negara/pemerintah terdiri dari anggaran untuk pemerintah pusat dan anggaran untuk pemerintah daerah dimana anggaran untuk  Pemerintah Pusat sekitar dua kali dari anggaran untuk Pemerintah Daerah. Anggaran belanja untuk Pemerintah Pusat, demikian juga keadaannya untuk Pemerintah Daerah dibedakan menjadi untuk pengeluaran rutin (administrasi pemerintahan) dan untuk pengeluaran pembangunan.
-          Anggaran rutin : pembayaran bunga hutang dan pembayaran subsidi (BBM dan Non BBM).
-          Anggaran pembangunan untuk pemerintah pusat :  pembiayaan rupiah dan pembiayaan proyek (dana luar negeri).
Anggaran belanja Negara untuk pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari dana perimbangan dan dana otonomi khusus (+penyeimbang). Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, alokasi umum dan alokasi khusus.
6.      Pengaruh APBN terhadap Jumlah Uang Beredar
APBN adalah alat kebijakan moneter. Karena setiap rupiah yang diambil dari masyarakat dan masuk ke kas Negara akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Setiap rupiah yang keluar dari pemerintah dipergunakan untuk membayar gaji pegawai maupun membayar subsidi atau membiayai proyek pembangunan akan meningkatkan jumlah uang beredar dimasyarakat. Semua aktivitas pendapatan dan belanja Negara akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar dimasyarakat.
                Apabila jumlah (realisasi) pengeluaran Negara sama persis dengan jumlah (realisasi) penerimaan Negara. Kalau realisasi APBN ternyata deficit sering disebut deficit spending satu keadaan yang sangat biasa terjadi pada masa Orde Lama dibiayai melalui pinjaman pada (uang muka) dari Bank Indonesia sebagai kasir Negara dan melalui pinjaman jangka pendek (T-bill) kepada masyarakat. Pinjaman (uang muka) dari Bank Indonesia bukanlah bersifat penarikan uang yang beredar dari masyarakat sedangkan T-bill bersifat serapan uang dimasyarakat oleh pemerintah.
                Apabila realisasian bersifat surplus, penerimaan Negara lebih bsar daripada pengeluaran Negara. Terjadi pada realisasi APBN Indonesia pada masa Soeharto sampai sekarang dan dinegara maju. Realisasi APBN sebesar Rp 1000 triliun untuk pengeluaran dan realisasi penerimaan Negara sebesar Rp 1.100 triliun. Dalam keadaan demikian ini jumlah uang beredar berkurang sebesar Rp 1.100 triliun dan bertambah sebesar Rp 1.000 triliun, sehingga akibat bersih APBN adalah jumlah uang beredar berkurang sebesar Rp 100 triliun (sejumlah surplus pada realisasi APBN).
7.      Kebijaksanaan Perpajakan dan Pengeluaran Pemerintah
Anggaran belanja pemerintah (dan anggaran untuk lembaga social) berbeda dengan anggaran belanja rumah tangga pribadi. Dalam anggaran untuk rumah tangga pribadi pertama-tama ditentukan penerimaan rumah tangga tersebut sebagai dasar untuk menentukan anggaran pengeluarannya maka keadaan sebaliknya berlaku untuk anggaran rumah tangga pemerintah dan lembaga social dimana ditentukan jumlah pengeluran yang diperlukan sebagai dasar untuk menentukan berapa besar dan dimana saja beban belanja tersebut bersumber. Diumpamakan dana yang bersumber dari pajak cukup dan hanya cukup tidak lebih dan tidak kurang untuk beban pengeluaran pemerintah. Diumpamakan terjadi anggaran belanja seimbang. Baik pengeluaran pemerintah maupun pajak, keduanya mempunyai pengaruh terhadap penghasilan nasional.
(1)   Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Penghasilan Nasional
Pengeluaran pemerintah rutin dan pembangunan dibayarkan kepada masyarakat (pegawai dan pelaksana pembangunan). Mereka menerima tambahan pendapatan. Mereka cenderung melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan. Kecendrungan tambahan konsumsinya disebut MPC (marginal propensity to consume) dan kecendrungan tambahan untuk menabung MPS (marginal propensity to save). MPC biasanya dinyatakan dalam proporsi terhadap penghasilan (Y) demikian MPS dinyatakan dalam proporsi terhadap penghasilan (Y) sehingga MPC+MPS=1 kali besarnya penghasilan. Tambahan konsumsi yang dilakukan oleh orang pertama tadi diterima oleh orang lain kepada siapa konsumsi tersebut dilakukan (orang kedua). Orang kedua ini, karena menerima tambahan pendapatan, juga cenderung melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan. Tambahan konsumsi merupakan tambahan pendapatan bagi yang menerima (orang ketiga) yang karena ada tambahan pendapatan juga cenderung untuk melakukan tambahan konsumsi dan tambahan tabungan. Begitu selanjutya proses berjalan  sampai jumlah yang tidak terhingga. Jumlah kenaikan penghasilan masyarakat sebagai akibat karena adanya pengeluaran pemerintah adalah jumlah pengeluaran itu dikalikan dengan faktor pengganda. Diumpamakan MPC dan MPS untuk setiap orang yang dikatakan di atas sama (1,2,3,..) maka dengan memakai manipulasi aljabar dasar diperoleh faktor pengganda sebesar k=1/MPS. Kalau setiap orang yang menerima tambahan penghasilan mempunyai kecendrungan menabung sebesar 20% dari tambahan penghasilannya maka k= 1/0,20=5
(2)   Pengaruh pajak terhadap Penghasilan nasional
Untuk membiayai pengeluarannya, pemerintah menarik pajak dari rakyat. Pajak ini mempunyai sifat mengurangi pendapatan dari mereka yang membayar pajak itu (orang 1). Karena pendapatannya berkurang mereka cenderung mngurangi konsumsi (sebesar MPC kali berkurangnya penghasilan) dan mereka cenderung untuk mengurangi menabung (sebesar MPS kali berkurangnya penghasilan) yang mempunyai akibat lanjutan terhadap mereka yang terkena pengurangan penghasilan. Demikian prosesnya berjalan sama seperti logika pada pengeluaran pemerintah, sampai pada orang yang tak terhingga, jumlah penghasilan masyarakat berkurang karena ada pajak adalah sebesar pajak itu dikalikan dengan faktor pengganda. Dengan perumpamaan yang sama seperti pada pengeluaran pemerintah, faktor penggandanya dapat diperoleh dengan memanipulasi aljabar dasar sebesar k=-(1/MPS-1). Kalau setiap orang yang penghasilan bekurang sebesar tambahan pajak, mempunyai kecendrungan untuk mengurangi menabung sebesar 20% dari jumlah pengeluaran penghasilannya, maka k untuk pajak=-(1/0,20-1)=4
(3)   Pengganda untuk Anggaran Berimbang
Oleh karena dalam anggaran berimbang, jumlah pengeluaran pemerintah sama dengan jumlah pajak, maka akibat dari anggaran belanja yang seimbang terhadap penghasilan nasional adalah (jumlah kenaikan penghasilan nasional karena pengeluaran pemerinth) dikurangi (jumlah pengurangan penghasilan nasional karena adanya pajak). Karena yang pertama adalah sebesar (1/MPS) kali jumlah pengeluaran pemerintan dan yang disebut belakangan adalah –(1/MPS-1) maka tambahan penghasilan neto karena anggaran seimbang adalah (1/MPS)-(1/MPS-1)= 1 kali anggaran berimbang tersebut.
(4)   Tabungan pemerintah dan pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomi satu Negara dapat dibiayai oleh sumber-sumber dari dalam negeri dan luar negeri. Tabungan pemerintah adalah semua penerimaan dari dalam negeri dikurangi dengan semua pengeluaran rutin. Namun untuk Indonesia masih dikurangi lagi dengan anggaran belanja untuk daerah yang harus dikeluarkan oleh pemerintah pusat tiap tahun (bersifat rutin).

Sumber :
Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar:UUP

DAFTAR PUSTAKA
Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar:UUP


Tidak ada komentar:

Posting Komentar